Rabu, 06 Oktober 2010

Karavan Para saudagar Arab dan Perebutan Pasar oleh Penjajah (edisi 10)

Beberapa penulis sejarah mengira masuknya Islam ke Nusantara itu pada abad ke-13 hijriyah. Akan tetapi menurut R.K.H. Abdullah bin Nuh, kuat sekali bahwa datangnya dinul Islam ke Asia tenggara jauh lebih lama dari perkiraan tadi karena hubungan perdagangan atau perniagaan antara nusantara dan sekitarnya dengan negeri Arab merupakan suatu jalinan hubungan sejarah yang telah terbentuk berabad-abad.

Sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu, bangsa Arab terus menerus mengadakan hubungan perdagangan yang luas di luar negeri. Bangsa Arab merupakan saudagar (pedagang) perantara antara eropa dengan afrika, india, asia tenggara, cina dan jepang.

Mereka tidak hanya memperdagangkan hasil tanah arab saja. Akan tetapi perdagangan mereka meliputi pula barang-barang yang mereka datangkan dari afrika, india dan sebagainya, berupa wangi-wangian, rempah-rempah, emas dan lain-lain. (gustave le bon,hadarat al arab, hal.95)

Besar kemungkinan bahwa Islam dibawa oleh para saudagar Arab ke Asia Tenggara pada abad ke-1 Hijriyah. Hal ini menjadi lebih kuat, menurut T.W. Arnold dalam The Preaching of Islam bahwa sejarah dakwah Islam pada abad ke-2 H perdagangan dengan Sailan atau Srilangka sudah seluruhnya di tangan bangsa arab. (Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, hal. 2-3)

Karavan (Pengembaraan) Para Saudagar Muslim Arab

Hal ini terjadi karena bangsa arab dulunya adalah pengembara, seperti keadaan mereka pada saat ini. Pengembara-pengambara arab ini terdiri dari para saudagar (pedagang). Alwi bin al-Haddad menyatakan, konon jumlah mereka yang ada di Koromandel (Keling) sebanyak 850.000 orang.

Bahkan di sepanjang pantai Malabar, jumlah mereka lebih banyak lagi. Dalam penulisan sejarah, dinyatakan bahwa karavan yang berbentuk kapal-kapal dagang pada masa kejayaan Islam, berlayar sampai ke Samudera Persia (Samudera India).

Pelayaran saudagar muslim arab menempuh jalan laut. Dari pulau Nikobar, Andaman, Maladiv kemudian berlayar ke Malaka yang akhirnya menjadi pusat niaga muslim di asia tenggara. Di antara kapal-kapal saudagar muslim arab itu ada yang mengubah perjalanannya sampai ke Madagaskar.

Ada pula yang membawa barang dagangan atau komoditi dari Afrika Selatan ke Guinea dan sekitarnya. Kemudian kapal-kapal niaga muslim tersebut kembali ke Madagaskar. Seluruh pantai lautan tersebut di atas, dahulu di bawah pengaruh saudagar muslim yang datang dari Khalifah Mu’awiyah ketika pusat kekhalifahannya di Damaskus.

Sejarah terjadinya 66 juta muslim di India adalah dampak dari dakwah melaui ucapan dan amalan yang diajarkan oleh para saudagar muslim arab melalui karavan jalan laut niaga. Informasi sejarah tentang aktivitas pasar di Arabia dan karavan para saudagar muslim arab kurang banyak dipahami oleh sejarawan di Asia.

Hal ini akibat sistem penulisan sejarah masih meniru barat yang umumnya sejarawan barat selalu mengecilkan peranan pasar di Arabia dan karavan para saudagar muslim arab. Dengan kata lain penjajah barat dalam upaya penjajahan terhadap Islam, tidak hanya menjajah wilayah jajahan melainkan juga menjajah pola pikir rakyat jajahan dengan cara mendistorsi penulisan sejarah yang kemudian diajarkan melalui sistem pendidikan yang mereka buat.

Menurut Anthony Smith dalam Geopolitics of Information, selain melakukan distorsi penulisan sejarah, juga dalam masalah berita pun, Barat yang dikomandoi oleh yahudi melancarkan news imperialism (penjajahan berita).

Hal ini sesuai dengan misi yahudi yang tercantum dalam protokolat zionis ke-2 yang berbunyi “Media harus digunakan untuk mempengaruhi dan menciptakan opini publik”. Media merupakan salah satu alat dominan yang digunakan musuh Islam demi mewujudkan kepentingan mereka. (Herry Nurdi, Membongkar Rencana Israel Raya, hal. 80-81)

Perebutan Kekuasaan Pasar

Apalagi dengan adanya upaya barat dalam mempertahankan penjajahannya, dengan mematahkan potensi pasar yang dikuasai oleh kaum muslimin melalui organisasi niaga (perdagangan) yang mereka buat yaitu VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) dari kerajaan protestan belanda, EIC (East Indian Company) dari kerajaan protestan anglikan inggris dan CIO (Compagnie des Indes Orierntales) dari kerajaan katolik prancis.

Tidak hanya itu, para penjajah berusaha keras untuk mematikan kesadaran tentang pasar dan karavan Islam dengan jalan mematahkan kemampuan umat Islam dalam hal penguasaan pasar dan karavan.

Banyak ulama yang tidak menyadari bahwa penulisan sejarah dijadikan alat oleh penjajah untuk mengubah wawasan generasi muda Islam. Dengan demikian hilanglah kemampuan dan keinginan umat Islam untuk menjadi saudagar muslim.

Ditumbuhkan keinginan hanya menjadi punggawa atau pegawai penjajah (antek penjajah). Dulu hal ini dilakukan melalui SR (Sekolah Rakyat) yang dibuat oleh penjajah.

Dan hal ini terjadi sampai sekarang yaitu para siswa dijauhkan dari pengetahuan tentang pasar dan kemampuan untuk menjadi saudagar muslim tapi dididik sebatas melamar kerja setelah mendapatkan ijazah sehingga diharapkan sepenuhnya menjadi pendukung sistem ekonomi riba dan monopoli yang mereka buat.

Hal ini sesuai dengan misi yahudi yang tercantum dalam protokolat zionis ke-4 yang berbunyi, “Keyakinan bertuhan (tauhid) akan diganti dengan berbagai macam teori, mulai dari matematika sampai relativitas. Masyarakat akan diarahkan hanya berpikir pada arah persaingan ekonomi dan industri.

Situasi seperti ini harus dipertajam agar terwujud masyarakat yang individualistik. Mereka hanya akan menguras tenaga dan memeras otak demi pencapaian ekonomi”. (Herry Nurdi, Membongkar Rencana Israel Raya, hal. 82-83)

Dampaknya, secara perlahan-lahan patahlah budaya niaga dan kesadaran upaya penguasaan pasar oleh kalangan muslim pribumi. Terjadilah kekosongan pasar dan digantikan oleh kelompok Vreemde Oosterligen - bangsa timur asing yaitu cina, india dan arab.

Diciptakan kebijakan yang bersifat diskriminasi, kalangan Vreemde Oosterligen tersebut di mata penjajah menjadi warga kelas dua disertai pemberian kewenangan memegang monopoli. Sedangkan pribumi Islam menjadi warga kelas tiga, pasarnya disita dan kekuasaan ekonominya dipatahkan sehingga pribumi Islam menjadi sangat terbelakang. (Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, hal. 7)

Mereka lakukan hal ini melalui program Cultuur Stelsel atau Tanam Paksa pada tahun 1830 – 1919. Program ini adalah salah satu sistem kolonial belanda dalam mematahkan ulama dan santri dengan produk pertaniannya di daerah pedalaman Pulau Jawa terhadap kesadaran pemasaran dan penguasaan pasar.

Ulama dan santri dieksploitasi tenaga, waktu dan lahan pertaniannya sedangkan hak pemasaran dan penguasaan pasar dikuasakan oleh kolonial belanda kepada Vreemde Oosterligen terutama cina yang sudah menjadi korban kristenisasi VOC. (Chris Hartono,Ketionghoaan dan Kekristenan)

Penguasa Pasar Nomor Satu di Dunia

Dan yang menjadi penguasa pasar nomor satu hari ini di tanah air kita adalah yahudi dan yang kedua adalah cina. Yahudi memiliki kemiripan dengan orang-orang cina dalam beberapa hal. Pertama, kedua bangsa ini sama-sama tersebar di berbagai negara tapi penyebaran orang cina perantauan lebih luas daripada yahudi perantauan karena jumlah orang cina lebih banyak.

Kedua, bangsa yahudi dan cina sama-sama memiliki kekuatan bisnis melebihi bangsa yang lain saat ini. Bangsa cina terkenal dengan keuletan dan kecerdikan sedangkan yahudi terkenal dengan kepandaiannya membuat sistem bisnis batil sehingga sistem ekonomi riba dan monopoli buatan merekalah yang sekarang kita pakai untuk seluruh dunia.

Ketiga, kedua bangsa ini sama-sama membuat hubungan antara bisnis mereka dan politik yang ada. Perbedaannya, etnis cina lebih cenderung memanfaatkan politik setempat untuk kepentingan bisnis (bersifat searah).

Sedangkan yahudi menggunakan lobi politik yang digunakan untuk kepentingan bisnis dan kekuatan bisnis dimanfaatkan untuk mempengaruhi kebijakan politik. (Anton Ramdan, Membongkar Jaringan Bisnis Yahudi di Indonesia, hal. 9-10)

Perusahaan dan produk yahudi di nusantara meliputi berbagai bidang seperti Coca cola, Dell, Intel, Cisco, IBM, Microsoft, Google, Facebook, Qualcomm, Nokia, Siemens, Motorola, Indosat, Carrefour, Alphamart, Sampoerna, Marlboro, Baskin Robbbins, Dunkin Donuts, Starbucks, Levi’s, Sara Lee, Guess, Revlon, Estee Lauder, Mark & Spencer, Danone Group, Unilever, Nestle, Johnson & Johnson, Caterpillar, Bakti Investama, CIMB Niaga, Bank Danamon, OCBC NISP, Freeport dll. (Warta Ekonomi edisi 4/Maret 2010 & Anton Ramdan, Membongkar Jaringan Bisnis Yahudi di Indonesia).

Kesimpulan

Sungguh hina, seorang muslim tinggal di kampung sendiri tetapi bermuamalah dengan sistem riba dan monopoli buatan musuh Islam. Padahal bumi Allah ini diamanahkan kepada orang-orang shalih untuk mengelola dan mengatur sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Mau menunggu sampai kapan, kita hidup seperti ini?

Rasulullah bersabda, ”Wahai 'Amru, alangkah baiknya harta yang berada di tangan orang yang shalih”. (HR. Ahmad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar