Rabu, 06 Oktober 2010

TIPU DAYA UANG KARTAL (edisi 8)

Ketika menggunakan uang kartal sebagai acuan atau patokan nilai maka terjadi hal-hal berikut :

  1. Harga-harga naik padahal pada hakikatnya tetap atau turun
  2. Gaji/penghasilan naik padahal pada hakikatnya turun
  3. Kondisi makin makmur padahal makin miskin

Harga-Harga Naik Padahal Pada Hakikatnya Tetap atau Turun

Setiap orang pasti merasakan naiknya harga-harga barang, sayangnya di sekolah dan media-media diberitahukan kalau kenaikan ini terjadi karena inflasi (harga barang naik). Padahal bukan harga barang naik tapi daya beli uang kartal yang kita pegang turun.

Dengan memakai sistem uang kartal buatan yahudi ini yang nilainya turun terus, seolah-olah harga barang seperti naik terus. Padahal dalam ekonomi Islam tidak ada istilah inflasi karena dalam sistem keuangan Islam menggunakan dinar dan dirham sebagai alat bayar yang stabil.

Sebagai contoh bisa dilihat dari contoh-contoh sebagai berikut :

Tabel Perbandingan Harga Telur Tahun 1975, 1985 & 2010

Pada tahun 1975 harga sebutir telur rp 10, kemudian pada tahun 1985 harga sebutir telur naik menjadi rp 100 dan pada tahun sekarang 2010 harga sebutir telur naik lagi menjadi rp 1000. Padahal telur itu ya tetap, tidak berubah-ubah tapi koq kenapa harganya jadi berubah jadi naik terus?

Kira-kira berapa harga 1 butir telur 5 tahun ke depan? Ada 2 kemungkinan yang terjadi yaitu nilai angka di uang kertasnya diperbanyak dan gambarnya diubah (biar tidak kelihatan sama) atau telurnya diperkecil.

Sebagai contoh yang lain adalah Perbandingan ONH (Ongkos Naik Haji) :

No

Tahun

Harga Dinar Emas

Harga (Rupiah)

Harga (Dinar)

1.

1996

rp 114.000,-

rp 7.500.000,-

66 Dinar

2.

2010

rp 1.411.000,-

rp 37.000.000,-

27 Dinar



Selisih

493 % (naik)

-59 % (turun)

Dilihat dari tabel di atas, kalau menggunakan parameter (acuan) uang kartal maka biaya ONH dari tahun 1996 ke 2010 naik 493 % (hampir 5 kali lipat). Sedangkan kalau parameternya dinar malah turun 59 % (turun lebih dari ½ kali).

Gaji/Penghasilan Naik Padahal Pada Hakikatnya Turun

Dalam ekonomi sekuler, untuk melihat tingkat kemakmuran suatu negara dilihat dari PDB per kapita (Pendapatan per kapita) dengan mengacu kepada uang kartal (dollar/rupiah). Kenaikkan pendapatan per kapita suatu negara dianggap sebagai suatu hal positif.

Padahal pendapatan seseorang naik dalam rupiah/dollar tapi ketika dikonversi ke dinar (emas) pendapatannya malah turun. Inilah sistem keuangan sekuler yang menipu dengan uang kartalnya.

Dalam sistem ekonomi sekuler, kenaikkan upah tidak sebanding dengan Inflasi (tergerusnya nilai/daya beli uang) sehingga terjebak ke dalam permasalahan yang tidak ada ujung pangkalnya (krisis ekonomi).

Sebagai bukti, bisa dilihat dari tabel di bawah ini :

No

Tahun

Profesi

Harga Emas per gram

Penghasilan per Bulan

rupiah

Emas

1.

1975

Pembantu

rp 2000

20.000

10 gr

Pegawai Swasta

400.000

200 gr

2.

2010

Pembantu

rp 300.000

300.000

1 gr

Pegawai Swasta

3.000.000

10 gr

Dilihat dari tabel di atas, kalau parameternya uang kartal maka gaji pembantu naik 15 kali lipat (dari 20.000 menjadi 300.000) dan pegawai swasta naik 7,5 kali lipat (dari 400.000 menjadi 3.000.000). Padahal kalau memakai parameter emas (dinar) maka penghasilan pembantu turun 1/10 kali dan gaji pegawai swata turun 1/20 kali.

Bisa dilihat dari tabel bahwa gaji pembantu tahun 1975 sama dengan gaji pegawai swasta tahun 2010 yaitu 10 gram emas. Jadi, sebenarnya tahun sekarang ini lebih miskin daripada tahun 1975.

Tipu daya uang kartal bisa dilihat juga dari kenaikkan UMR (Upah Minimum Regional) dengan parameter (acuan) uang kartal.

Jika dikonversi dengan rupiah, nilai UMR terus meningkat dari waktu ke waktu. Sebagai perbandingan, nilai UMR DKI jakarta tahun 2000 sebesar Rp 344.257 dan UMR DKI tahun 2009 adalah sebesar Rp. 1.096.865 atau naik 319 % (3 x lipat lebih).

Ketika dikonversi dengan dinar malah turun. Pada tahun 2000 , UMR yang diterima pekerja masih cukup untuk membeli 1 ekor kambing atau 1 keping dinar dan masih menyisakan sejumlah uang tapi sekarang tahun 2009 sudah tidak bisa lagi.

Kondisi Makin Makmur Padahal Makin Miskin

Dalam sistem sekuler, untuk mengukur kemakmuran suatu wilayah, dilihat dari PDB (Produk Domestik Bruto) atau Pendapatan per Kapita. Nilai PDB ini mengacu kepada uang kartal yaitu dolar us. Dari grafik dan tabel di bawah ini bisa dilihat perbedaan PDB dengan acuan uang kartal dan dinar emas.

Perhatikan PDB dalam US$ di grafik tersebut, dengan ukuran (acuan) uang kartal nampakkenaikan PDB (Produk Domestik Bruto) dari US$ 1,237 (2005) menjadi US$ 1,600(2009). Kalau diukur dengan dinar, ternyata malah turun dari 20 dinar (2005) menjadi 11 dinar (2009). Di sinilah tipu daya uang kartal.

Kesimpulan

Kalau parameter suatu sistem salah maka keseluruhan sistem akan salah. Jadi, kalau parameter sistem muamalah (perdagangan) itu bukan dengan dinar emas dan dirham perak maka keseluruhan sistem akan salah dan menipu.

Subhanallah, Allah Swt telah menciptakan emas dan perak sebagai tolok ukur/parameter/acuan sistem muamalah dalam menilai barang dan jasa sehingga terciptanya keadilan bagi seluruh umat manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar