Rabu, 06 Oktober 2010

konsep Masjid dan Pasar (edisi 7)

Setiap ada pembangunan kawasan perumahan, kaum muslimin biasanya hanya berpikir untuk membangun masjid. Tidak ada sedikitpun berpikir untuk membangun pasar. Padahal institusi pasar ini sangat penting sebagaimana Rasulullah Saw ketika hijrah ke Madinah, yang pertama dibangun adalah masjid, kemudian berikutnya adalah pasar bagi kaum muslimin.

Begitupun zaman Khalifah Umar bin Khattab ra, masjid dan pasar mendapat perhatian yang besar sehingga perencanaan keduanya nampak dalam setiap pembangunan kota. Umar memerintahkan agar di setiap kota dibangun masjid dan pasar. Masjid sebagai pusat aktifitas peribadatan dan keilmuan sedangkan pasar sebagai pusat perdagangan.

Diriwayatkan ketika Amr bin Ash mengirimkan surat kepada Umar untuk memberitahukan rencana membangun rumah untuk khalifah, maka Umar menulis surat kepadanya agar tempat tersebut dijadikan pasar bagi kaum muslimin. (Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Al-Fiqh al-Iqtishadi, li Amiril Mu’minin Umar bin Khaththab)

Pendirian, Pengaturan dan Pengawasan Pasar

Perhatian Umar bin Khatthab ra mulai dari pendirian pasar, pengaturan dan pengawasannya. Dari sisi pendirian, Umar memerintahkan untuk mendirikan pasar untuk umat Islam di setiap tempat yang ditinggali umat Islam, maka rencana pasar sesuai dengan rencana tempat tersebut.

Dari sisi pengaturan dan pengawasan pasar, Umar mempunyai perhatian yang besar terhadapnya. Umar berkeliling berkeliling sendiri di pasar-pasar untuk mengawasi transaksi di dalamnya, padahal dia adalah seorang khalifah.

Beliau membawa tongkatnya untuk meluruskan penyimpangan dan menghukum orang yang menyimpang. (Ibnu Sa’ad, ath-Thabaqat al-Qubra 5/43-44, Ibnu Hajar, al-Ishabah4/143, Al-Muttaqi al-Hindi, Kanzu al-Ummal fi Sunan al-Aqwal wa al-Af’al 5/815)

Umar juga menunjuk para pegawai untuk mengawasi pasar (muhtasib). (ibnu Abdul Barr,Al-Isti’ab 4/341), Ibnu Hizam, Al-Mahalla 8/527, Ibnu Hajar, al-Ishabah 8/202)

Hisbah (Pengawasan) terhadap Pasar

Tujuan dari kekuasaan atas pasar pada masa Umar adalah menjalankan pengawasan pasar untuk menjamin kebenaran transaksi dari setiap penyimpangan dari jalan yang benar dan mengambil harta yang harus diambil dari pasar untuk kebaikan baitul mal seperti zakat, wakaf, infaq dan shadaqah. Ini artinya kekuasaan pasar sangat penting untuk menjaga hak-hak semua yang bertransaksi di pasar, juga hak-hak baitul mal.

Secara umum, tujuan dasar pengaturan pasar adalah mewujudkan kebaikan semua orang yang bertransaksi di pasar yaitu penjual dan pembeli. Sebagaimana pengaturan tersebut ditujukan untuk memerangi segala sesuatu yang menghalangi kebebasan bertransaksi di pasar yang bisa membuat umat terzalimi.

Berikut ini detail tujuan terpenting dari pengawasan pasar dan aturan transaksi di dalamnya : (Ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk 5/17-18, Ibnul Atsir, Al-Kamil2/374)

  1. 1. Kebebasan Keluar Masuk Pasar

Kebebasan transaksi dan adanya persaingan sempurna di pasar Islam tidak akan terwujud selama halangan-halangan tidak dihilangkan dari orang-orang yang melakukan transaksi di pasar Islam. Maka mereka masuk dan keluar pasar dengan bebas, juga diberikan kebebasan mengangkut barang dari satu tempat ke tempat yang lain.

Agar pasar tetap terbuka bagi semua orang yang bertransaksi di dalamnya, maka Umar ra tidak memperbolehkan untuk membatasi setiap tempat di pasar atau menguasai tempat tanpa memberi yang lain tetapi membiarkan orang memilih tempatnya di pasar semala dia masih berjual beli. Apabila dia sudah selesai maka tempat tersebut untuk siapa saja yang lebih dahulu datang.

Umar melarang klaim tempat/kios di pasar menjadi milik pribadi tertentu maka ketika Umar melihat kios/lapak yang dibangun oleh seseorang di pasar maka Umar merubuhkannya. (Ath-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk 5/220)

Berbeda dengan zaman kegelapan sekarang ini, setiap lapak ini dimiliki oleh pribadi tertentu dan diperjualbelikan sehingga orang lain tidak bisa memanfaatkannya (inilah pasar riba dan monopoli). Hanya orang yang mempunyai uang saja yang bisa masuk pasar, sedangkan orang miskin/lemah tidak bisa masuk pasar.

Umar tidak mengizinkan bagi seseorang untuk menghalangi gerak manusia dengan mempersempit jalan mereka ke pasar dan memukul orang yang melakukannya dengan tongkat sambil berkata, “Enyahlah dari jalan!”. (Al-Fakihi, Akhbar Makkah 3/245-247, Ibnu Hajar, Fathul Bari 3/526-527)

Kita lihat hari ini, sudah menjadi pemandangan sehari-hari, para pedagang kecil yang dikejar-kejar dan digusur dari pinggir jalan. Mereka tidak bisa masuk pasar karena tidak punya hak sedangkan dagang di pinggir jalan pun digusur pula. Apakah ini yang disebut pasar bebas?

Jadi, pasar bebas yang didengung-dengungkan sekarang ini adalah sebuah bualan belaka karena sebetulnya adalah pasar tertutup alias pasar riba dan monopoli. Kalau memang pasar bebas, apakah setiap orang bisa bebas masuk pasar? Apakah pedagang kecil bisa ikutan?

Dalam Islam, pasar itu sedekah bagi kaum muslimin, makanya dalam Pasar Islam, setiap orang bisa memanfaatkan lapak/kios yang tersedia dengan sistem seperti di masjid yaitu “siapa yang duluan dia yang akan mendapatkan kios/lapak yang diinginkan”.

  1. 2. Mengawasi Cara Penawaran Para Pedagang

Umar ra dalam pengawasan pasar adalah menunjukkan para pedagang tentang cara-cara menawarkan barang dagangan (promosi) yang menyebabkan lakunya dagangan mereka. Umar membolehkan mewarkan barang dengan dengan cara yang menarik dan menghiasinya dengan syarat dibangun di atas kejujuran.

Dengan kata lain, tidak boleh melewati batas kebenaran dalam menyebutkan dagangannya. Adapun selama ada dalam ruang kebenaran maka tidak ada larangan untuk memamerkannya dengan indah dan menghiasinya dengan hal yang bisa menarik para pembeli.

Umar ra berkata, “Tidak masalah bila kamu menghiasi barang daganganmu sesuai apa yang ada padanya”. (Muhammad Abdul Mun’im Afar & Muhammad bin Said Nahi al-Ghamidi, Ushul al-Iqtishad al-Islami, hal. 242)

  1. 3. Larangan Menimbun Barang

Penimbunan barang adalah halangan terbesar dalam pengaturan persaingan dalam pasar Islam. Hal tersebut dikarenakan pengaruhnya terhadap jumlah barang yang tersedia dari barang yang ditimbun, dimana beberapa pedagang memilih untuk menahan barang dagangannya dan tidak menjualnya karena menunggu harga naik.

Perilaku menimbun barang ini menzalimi manusia, maka Umar menghadapinya dengan tegas dan kertas, untuk selanjutnya melarang para penimbun barang berdagang di Pasar Islam. Umar ra berkata, “Janganlah menjual di pasar kami seorang penimbun barang!”. (Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Al-Fiqh al-Iqtishadi, li Amiril Mu’minin Umar bin Khaththab)

  1. 4. Mengatur Perantara perdagangan

Perdagangan tidak bisa lepas dari dari perantara yang masuk di antara penjual dan pembeli. Perantara pedagang dibutuhkan karenya banyaknya barang dan jasa, benyak jenisnya, meluasnya wilayah perdagangan dan kesulitan hubungan langsung antara berbagai pihak.

Di samping mengetahui pentingnya perantara perdagangan, membiarkannya tanpa aturan bisa menyebabkan adanya penyalahgunaan dari tugas sebenarnya dan menjadi cara untuk menipu dan monopoli.

Hal ini bisa merusak persaingan, maka harga tidak stabil sesuai persediaan dan permintaan barang, akan tetapi terjadi kesewenang-wenangan dari beberapa pedagang perantara yang menyebabkan naiknya harga.

Umar memerintahkan untuk melaksanakan pesan Nabi Saw, “Dan janganlah orang yang tahu menjual kepada orang yan tidak tahu”. Umar memerintahkan untuk menunjukkan para pedagang dari orang Badui ke pasar, memberitahukan mereka jalan menuju pasar, agar dia mengetahui dengan sempurna keadaan pasar dan harga-harga dan mereka bisa sampai ke pasar serta menjual barang dagangannya sesuai kehendaknya.

Umar ra berkata, “Tunjukkan mereka ke pasar, tunjukkan mereka jalan dan beritahu mereka tentang harga”. (Muhammad Abdul Mun’im Afar, al-Iqtishad al-Islami 2/231)

  1. 5. Mengawasi Harga

Umar ra memiliki perhatian yang besar dalam mengikuti perkembangan harga dan mengawasinya. Ketika datang utusan kepadanya, maka beliau bertanya tentang keadaan mereka dan harga-harga pada mereka. (Shaluhuddin Namiq, An-Nuzhum al-Iqtishadiyah al-Mu’ashirah wa Thatbiqatuha, hal. 370)

Islam menganggap kenaikkan harga sebagai suatu musibah atau bencana yang turun karena dosa manusia. Hal ini terjadi ketika harga-harga naik pada masa Rasulullah Saw dan umat Islam datang kepada beliau untuk menentukan harga.

Maka Rasulullah Saw bersabda, “Tetapi aku berdoa…”. (Al-Azhim Abadi, Aun al-Ma’bud Syarh Sunan Abi Dawud 9/250). Artinya aku menghadap Allah agar menghilangkan mahalnya harga dan meluaskan rizki”. (HR Abu Dawud, TIrmidzi, dan Ibnu Majah).

  1. 6. Pengawasan Barang yang Diimpor dan Mengambil ‘Usyur (pajak) 10%

Umar telah menunjuk muhtasib (pengawas pasar). Di antara tugasnya adalah mengawasi barang yang diimpor oleh orang-orang kafir, maka mereka mengambil ‘usyur (pajak sepersepuluh/10%) dari barang tersebut dengan tingkatan yang berbeda sesuai pentingnya barang tersebut dan kebutuhan umat Islam kepadanya. ‘Usyur itu diwajibkan bagi orang kafir, bukan untuk kaum muslimin!

Jadi, pembangunan Pasar Islam sama pentingnya dengan membangun masjid. Perlakuannya pun hampir sama yaitu tidak boleh mengambil untung/sewa dari kaum muslimin yang ingin memanfaatkannya. Sumber biaya operasional Pasar Islam sama dengan Masjid yaitu dari wakaf, infaq dan shadaqah.

Dengan membangun Pasar Islam, jangan takut untuk tidak bisa memenuhi biaya operasional pasar. Keberkahan Insya Allah akan tumbuh di Pasar Islam karena setiap pedagang diwajibkan memahami hukum riba dan fiqih dagang serta adanya pengawasan dari muhtasib (pengawas pasar). Insya Allah Pasar Islam bisa menyuburkan sedekah dan mematikan riba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar