Allah Swt berfirman, “Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar”. (Q.S. Al Furqaan 25 : 20)
Masih ingatkah di waktu kecil kita suka melakukan permainan monopoli? Di sinilah pengajaran racun monopoli diajarkan sejak kecil sehingga dijauhkan dari pengetahuan tentang pasar Islam. Dimulai dengan beberapa orang dan bermodal uang kertas bergambar dolar maka dimulailah permainannya.
Berbeda dengan pasar islam yang menggunakan dinar emas dan dirham perak sebagai alat bayar yang memiliki nilai intrinsik dengan takaran dan timbangan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. Satu dinar (takaran : emas 24 karat & timbangan : 4,44 gram) dan satu dirham (takaran : perak murni & timbangan : 3,11 gram).
Dinar dirham tidak mengalami penurunan daya beli (inflasi). Sejak zaman Rasulullah Saw & Umar bin Khattab ra sampai sekarang harga 1 ekor kambing tetap 1 dinar dan harga 1 ekor ayam kampung tetap 1 dirham. Sudah 1430 tahun yang lalu, nilainya tidak berubah.
Ketika permainan monopoli dimulai maka kita didorong untuk menguasai pasar dengan memiliki aset seperti rumah, hotel, terminal, pelabuhan, perusahaan air, perusahaan listrik yang kemudian disewa-sewakan kepada orang lain serta memilki uang dari bunga bank, asuransi dan lain-lain.
Berbeda dengan pasar Islam yang memperuntukkan pasar sebagai sedekah bagi kaum muslimin sehingga bagi yang ingin berdagang tidak perlu berpikir harus punya kios/lapak/toko, makanya pasar Islam dibangun di atas tanah wakaf. Rasulullah SAW memberi kaum muslimin pasar sebagai sedekah. (Saba K, Tarikh Al Madinah Al Munawarah, 304).
Sayangnya, banyak yang terjadi hari ini adalah menyewa-nyewakan lapak atau kios yang dibangun di atas tanah wakaf dengan alasan untuk menutup biaya operasional lahan. Padahal dengan adanya pasar Islam Insya Allah zakat, infaq, shadaqah dan wakaf akan tumbuh subur seiring dengan pertumbuhan pasarnya sendiri dan saudagar-saudagar muslim akan bermunculan.
Permainan monopoli mendidik anak-anak untuk memasuki pasar harus membayar biaya-biaya seperti pajak, pembuatan jalan dan lain-lain. Berbeda dengan pasar Islam yang tidak memperbolehkan adanya biaya sewa dan pajak.
Ketika Rasulullah Saw ingin menyiapkan pasar di Madinah, beliau pergi ke pasar Bani Qanaiqa’ lalu datang ke pasar Madinah, menjejakkan kakinya ke tanah dan berkata, ‘Ini adalah pasarmu, jangan biarkan pasar ini dikurangi dan jangan biarkan ada pungutan pajak”.(Ibn Shabba, K. Tarikh al-Madinah al-Munawwarah, 304)
Di permainan monopoli ada penjaranya juga tapi hukumannya hanya ada untuk orang yang mabuk saja. Berbeda dengan pasar Islam, adanya muhtasib (pengawas pasar) yang mewajibkan para pedagang untuk mengetahui riba dan fiqih dagang serta mengawasi pasar agar tidak terjadi kegiatan muamalah yang melanggar syar’i seperti berdusta dan sumpah palsu dalam menawarkan dagangan, mengurangi timbangan, barang-barang haram, penipuan, penimbunan barang, manipulasi harga dan lain-lain. Kalau ada pedagang yang melanggar, akan diusir dari pasar.
Khalifah Umar bin Khattab ra mengusir pedagang yang tidak memahami riba dan fiqih dagang dari pasar. Khalifah Umar bin Khattab ra berkeliling sendiri di pasar-pasar untuk mengawasi transaksi di dalamnya. Beliau membawa tongkatnya untuk meluruskan penyimpangan dan menghukum orang yang menyimpang (Ibnu Sa’ad, ath-Thabaqat al-Kubra 5/43-44). Umar juga menunjuk para pegawai untuk mengawasi pasar (Ibnu Abdul Barr, al-Isti’ab 4/341)
Yang akan memenangkan permainan monopoli adalah yang paling kaya yaitu yang paling banyak aset dan uangnya. Akhirnya timbullah angan-angan semu untuk memiliki aset dan penghasilan (uang) yang banyak, entah melalui profesi pekerja ataupun pedagang (wirausaha) tanpa memperhatikan apakah barang, cara penawaran dan akad-akad transaksinya melanggar syar’i atau tidak. Dalam pasar monopoli, siapa yang punya uang, dialah yang berkuasa.
Dalam pasar Islam, pedagang didorong untuk mencari barakah dalam kegiatan jual belinya, bukan mengejar omzet dan keuntungan semu. Sungguh sangat bertolak-belakang, orang yang berjual beli dengan niat mencari ridha Allah dan niat mencapai target omzet dan keuntungan semu.
Pedagang yang mencari barakah akan sangat berhati-hati agar tidak melanggar syar’i dalam memilih barang dagangan (halal dan baik), cara menawarkan barang (tidak berdusta, tidak sumpah palsu, tidak mengurangi takaran dan timbangan, memberitahu cacat barang) dan akad-akadnya (murabahah, mudharabah, ijarah dll). Tetapi yang mengejar omzet dan keuntungan cenderung tidak memperhatikan apakah barang, cara penawaran dan akadnya melanggar syar’i atau tidak.
Terbentuklah pula pola fikir dari permainan monopoli bahwa untuk berusaha itu harus punya modal, harus sewa tempat, harus bayar riba (bunga bank), harus bayar asuransi, harus bayar listrik, harus bayar air, harus bayar retribusi dan lain-lain.
Berbeda dengan pasar Islam, tidak dipungut biaya apapun sehingga tidak butuh modal besar, hanya dengan membawa barang dagangan bisa langsung dagang dan memilih tempat (lapak) yang diinginkan karena sunnah di pasar Islam sama dengan sunnah di masjid, siapa cepat dia dapat.
Rasul SAW bersabda, “Pasar mengikuti sunnah masjid, siapa dapat tempat duluan berhak duduk sampai dia berdiri dan kembali ke rumah atau menyelesaikan perdagangannya”. (Al Hindi, Kanz al Ummal, V 488 no 2688)
Keadaan ekonomi umat Islam yang terpuruk tidak akan pernah pulih selama berada dalam kungkungan pasar riba & monopoli buatan orang-orang kafir. Defisit anggaran hampir dialami oleh setiap orang dan institusi. Dari mulai pribadi, keluarga, institusi pendidikan, yayasan, perusahaan dan lain-lain mengikuti suhunya sistem riba dan monopoli yaitu amerika yang mengalami defisit anggaran sangat parah dan terjebak hutang yang tidak ada ujung pangkalnya.
Apakah kita akan tetap memilih hidup di kungkungan riba terus menerus yaitu riba nasi’ah (riba tambahan/bunga) dan riba fadl (riba pertukaran/fiat money)? Apakah kita akan tetap memilih hidup dalam kungkungan monopoli musuh-musuh Islam? Apakah kita mau diperangi oleh Allah dan Rasul-Nya?
Allah Swt berfirman, “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu”. (Q.S. Al Baqarah 2 : 279)
Pasar Islam adalah solusi untuk mendatangkan barakah dan mengembalikan kejayaan kaum muslimin dalam bidang perdagangan. Marilah kita sama-sama untuk mengembalikan pasar ke fitrahnya.
This is a war..
BalasHapus